Berbagai Cerita Rakyat yang melegenda di berbagai pelosok bahkan menjadi sebuah cerita yang harus kita tahu, baik itu cerita tentang kesuksesan, adab, sopan santun bahkan cerita tentang kutukan laknat dari orang tuanya. yah cerita yang begitu familiar seperti cerita malin kundang yang dari sumatera barat ini ternyata sudah menjadi cerita yang harus kita tahu sejak di bangku sekolah. Tujuannya agar kita jangan sampai seperti si malin kundang yang berdosa karena tidak mengakui ibu kandungnya sendiri di karenakan kemiskinan ibu tersebut. Berikut adalah ceritanya. silahkan pelajari.
Cerita Si Anak Durhaka-Malin Kundang
Pada zaman Dahulu kala di suatu daerah, tepatnya Padang Sumatera Barat yaitu di daerah Perkampungan Pantai Air Manis ada seorang ibu janda yang bernama Mande Rubayah. beliau mempunyai anak yang sangat dia sayangi yaitu anak laki-laki bernama Malin Kundang. Ibunya sangat cinta dan sayang pada malin kundang karena sejak masih kecil Malin kundang sudah di tinggal mati oleh ayahnya.Mereka berdua bertempat tinggal di daerah perkampungan Nelayan. Ibu malin kundang sehari-hari cuma berjualan kue, beliau (ibu malin kundang) dengan tubuh yang sangat renta menjajakan dagangannya kesana kemari untuk mendapatkan dan membiayayi anak semata wayangnya.Pada suatu hari tubuh malin kundang panas dan terjadilah demam yang sangat dahsyat. Malin sakit, sehingga ibu malin sangat gelisah dan bingung, karena selama ini malin kundang belum pernah sakit dan demam yang sangat dahsyat. Hingga Ibunya yang bernama Mande Rubayah berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengobatinya dengan mendatangkan ahli pengobatan bahkan spiritual yaitu Tabib.Sehingga dengan ijin tuhan malin kundang yang sudah parah tersebut bisa disembuhkan, dan setelah sembuh Malin kundang sangat disayang dan makin disayang oleh Ibunya, begitu pula sebaliknya Malin Kundangpun sangat sayang pada ibunya.Ringkas cerita ketika malin kundang beranjak dewasa, malin berpamitan kepada ibu tercintanya untuk merantau ikut dengan kapal besar yang pada waktu itu kapal tersebut merapat di daerah pantai tempat malin tinggal yaitu Pantai Air Manis.Malin pun mengatakan pad ibu tercintanya “Bu, ini kesempatan yang baik bagi saya,” kata Malin. “Belum tentu setahun sekali ada kapal besar merapat di pantai ini. Saya berjanji akan merubah nasib kita sehingga kita akan menjadi kaya raya.”dengan rasa berat hati akhirnya Mande Rubayah mengijinkan anaknya pergi. Malin dibekali dengan nasi berbungkus daun pisang sebanyak tujuh bungkus.Hampir setiap hari ibu malin kundang yang bernama mande Rubayah memandangi luasnya pantai adan lautan dan selalu bertanya pada hati kecilnya " sudah sampai manakah ank tersayangnya ini ? " Bahkan ketika lautan ada badaipun ibu malin kundang tak henti-hentinya berdo'a kepada Allah agar anaknya diselamatkan dari berbagai macam musibah dan bahaya yang mengincarnya, dan juga di selamatkan dari bencana tersebut.Setiap ada kapal yang bersandar di pantai Air Manis, Mande Rubayah selalu menanyakan ke penumpang kapal bahkan sesekali bertanya kepada nahkodanya, bertemu tidak dengan anaknya yang bernama Malin Kundang ?. Akan tetapi semua orang yang di tanya oleh dirinya selalu menjawab dengan jawaban yang tidak bisa memuaskan hatinya.Begitu besar cinta dan sayngnya terhadap anaknya sehingga sampai bertahun-tahun kelakuan tersebut selalu di lakukan oleh ibunya malin kundang, selalu menyakan kabar anaknya kepada semua orang dan kapal yang mulai bersandar. Akan tetapi anaknya tidak pernah memberikan pesan apapun pada beliau. Hingga akhirnya tubuh tua Mande Rubayah sudah membungkuk-bungkuk.Pada suatu hari Mande Rubayah mendapat kabar dari nakhoda yang dulu membawa Malin bahwa sekarang malin telah menikah dengan seorang gadis cantik putri seorang bangsawan kaya raya. Ia turut gembira mendengar kabar itu. Ia selalu berdo’a agar anaknya selamat dan segera kembali menjenguknya.“Ibu sudah tua Malin, kapan kau pulang...” rintih MANDE RUBAYAH tiap malam.Namun hingga berbulan – bulan semenjak ia menerima kabar malin belum juga datang menengoknya. Namun ia yakin bahwa pada suatu saat Malin pasti akan kembali.Harapannya terkabul. Pada suatu hari yang cerah dari kejauhan tampak sebuah kapal yang indah berlayar menuju pantai. Kapal itu megah dan bertingkat – tingkat. Orang kampung mengira kapal itu milik seorang sultan atau seorang pangeran. Mereka menyambutnya dengan gembira.Ketika kapal itu mulai merapat, tampak sepasang muda mudi berdiri di anjungan. Pakaian mereka berkilauan terkena sinar matahari. Wajah mereka cerah dihiasi senyum. Mereka nampak bahagia karena disambut dengan meriah.Mande Rubayah ikut berdesakan melihat dan mendekati kapal. Jantungnya berdebar keras. Dia sangat yakin sekali bahwa lelaki muda itu adalah anak kesayangannya si Malin Kundang.Belum lagi tetua desa sempat menyambut, Ibu Malin terlebih dahulu menghampiri Malin. Ia langsung memeluk malin erat – erat. Seolah takut kehilangan anaknya lagi.“Malin, anakku,” katanya menahan isak tangis karena gembira.“Mengapa begitu lamanya kau tidak memberi kabar?”Malin terpana karena dipeluk wanita tua renta yang berpakaian compang – camping itu. Ia tak percaya bahwa wanita itu adalah ibunya. Seingat Malin, ibunya adalah seorang wanita berbadan tegar yang kuat menggendongnya kemana saja. Sebelum dia sempat berpikir dengan tenang, istrinya yang cantik itu meludah sambil berkata, “Cuih! Wanita buruk inikah ibumu? Mengapa kau membohongi aku?”lalu dia meludah lagi. “Bukankah dulu kau katakan ibumu adalah seorang bangsawan sederajad dengan kami?”Mendengar kata – kata istrinya, Malin Kundang mendorong wanita itu hingga terguling ke pasir. Mande Rubayah hampir tidak percaya pada perikau anaknya, ia jatuh terduduk sambil berkata, “Malin, Malin, anakku. Aku ini ibumu, nak!”Malin Kundang tidak menghiraukan perkataan ibunya. Pikirannya kacau karena ucapan istrinya. Seandainya wanita itu benar ibunya, dia tidak akan mengakuinya. Ia malu kepada istrinya. Melihat wanita itu beringsut hendak memeluk kakinya, Malin menendangnya sambil berkata, “Hai, perempuan tua! Ibuku tidak seperti engkau! Melarat dan dekil!”Wanita tua itu terkapar di pasir. Orang banyak terpana dan kemudian pulang ke rumah masing-masing. Tak disangka Malin yang dulu disayangi tega berbuat demikian. Mande Rubayah pingsan dan terbaring sendiri. Ketika ia sadar, Pantai Air Manis sudah sepi. Dilaut dilihatnya kapal Malin semakin menjauh. Hatinya perih seperti ditusuk-tusuk. Tangannya ditadahkannya ke langit. Ia kemudian berseru dengan hatinya yang pilu, “Ya, Allah Yang Maha Kuasa, kalau dia bukan anakku, aku maafkan perbuatannya tadi. Tapi kalau memang dia benar anakku, Malin Kundang, aku mohon keadilan-Mu, Ya Tuhan ...!”Tidak lama kemudian cuaca di tengah laut yang tadinya cerah, mendadak berubah menjadi gelap. Hujan tiba-tiba turun dengan teramat lebatnya. Entah bagaimana awalnya tiba-tiba datanglah badai besar. Menghantam kapal malin kundang. Disusul sambaran petir yang menggelegar. Seketika kapal itu hancur berkeping-keping. Kemudian terhempas ombak hingga ke pantai.Ketika matahari pagi memancarkan sinarnya, badai telah reda. Di kaki bukit terlihat kepingan kapal yang telah menjadi batu. Itulah kapal Malin Kundang. Tak jauh dari tempat itu nampak sebongkah batu yang menyerupai tubuh manusia. Konon itulah tubuh Malin Kundang anakdurhaka yang kena kutuk ibunya menjadi batu. Disela-sela batu itu berenang-renang ikan teri, ikan belanak dan ikan tengiri. Konon, ikan itu berasal dari serpihan tubuh sang istri yang terus mencari Malin Kundang.
Demikianlah sampai sekarang jika ada ombak besar menghantam batu-batu yang mirip kapal dan manusia itu, terdengar bunyi seperti lolongan jeritan manusia. Sungguh memilukan kedengarannya. Kadang-kadang bunyinya seperti orang meratap menyesali diri. “Ampuuuun, Bu ... ! Ampuuuun... Buuuuu ... !” konon itulah suara si Malin Kundang
Itulah cerita Rakyat dari daerak Sumatra. tentang ke durhakaan seorang anak kepada ibunya hingga di kutuk menjadi batu.
Bagi anda yang ingin melihat Video atau Film malin kundang silahkan lihat di bawah ini, filem ini berbentuk animasi akan tetapi sangat bagus.