-->

Saturday, July 9, 2016

Cerita Rakyat - Legenda Telaga Biru Maluku Utara

Bangsa indoesia adalah bangsa yang mempunyai beragam kebudayaan dan bahkan cirri khas, karena terdiri dari beberapa pulau. Tentunya banyak juga cerita-cerita yang menjadi Legenda terjadinya suatu daerah yang ada di Indonesia tersebut, tak lain tak bukan hanya untuk mengingatkan kepada kita bahwa dalam cerita tersebut mengandung nilai history dan juga pesan moral. Berikut ini adalah cerita rakyat- sejarah atau legenda terjadinya Telaga Biru yang ada di Maluku Utara.

Legenda Asal Mula Telaga Biru

Di salah satu wilayah yang ada di Halmahera tepatnya yaitu wilayah Galela dusun Lisawa, Masayarakat sekitar daerah tersebut di kagetkan dengan adanya air yang keluar dari bebatuan hasil pembekuan lahar panas, dan lama kelamaan air tersebut membentuk sebuah telaga yang airnya tenang dan berwarna biru, yang di namakan dengan Telaga Biru. Sehingga banyak dari penduduk sekitar bertanya-tanya dengan kemunculan air tersebut “ ada phenomena apakah sehingga air yang keluar dari bebatuan yang di kelilingi dengan pohon beringin ini menjadi telaga?”

Dengan terbentuknya telaga biru tersebut langsung menyebar ke setiap peloksok sehingga banyak para masyarakat mengadakan upacara adat dengan pemanggilan roh dengan cara ritual, bahkan mengadakan penyembahan  Jou Giki Moi atau Jou maduhutu (Allah yang Esa atau Allah Sang Pencipta) pun dilakukan, dengan tujuan agar bisa terungkap misteri di balik terjadinya telaga biru yang ada di daerah tersebut.

Berita tentang terbentuknya telaga pun tersiar dengan cepat. Apalagi di daerah itu tergolong sulit air. Berbagai cara dilakukan untuk mengungkap rasa penasaran penduduk. Upacara adat digelar untuk menguak misteri timbulnya telaga kecil itu. Penelusuran lewat ritual adat berupa pemanggilan terhadap roh-roh leluhur sampai kepada penyembahan Jou Giki Moi atau Jou maduhutu (Sang Pencipta) pun dilakukan
 
Cerita Rakyat - Legenda Telaga Biru Maluku Utara

Dengan adanya dan dilakukannya Acara ritual adat menghasilkan jawaban “Timbul dari Sininga irogi de itepi Sidago kongo dalulu de i uhi imadadi ake majobubu” (Timbul dari akibat patah hati yang remuk-redam, meneteskan air mata, mengalir dan mengalir menjadi sumber mata air).

Dolodolo (kentongan) pun dibunyikan sebagai isyarat agar semua penduduk dusun Lisawa berkumpul. Mereka bergegas untuk datang dan mendengarkan hasil temuan yang akan disampaikan oleh sang Tetua adat. Suasana pun berubah menjadi hening. Hanya bunyi desiran angin dan desahan nafas penduduk yang terdengar.

Tetua adat dengan penuh wibawa bertanya “Di antara kalian siapa yang tidak hadir namun juga tidak berada di rumah”. Para penduduk mulai saling memandang. Masing-masing sibuk menghitung jumlah anggota keluarganya. Dari jumlah yang tidak banyak itu mudah diketahui bahwa ada dua keluarga yang kehilangan anggotanya. Karena enggan menyebutkan nama kedua anak itu, mereka hanya menyapa dengan panggilan umum orang Galela yakni Majojaru (nona) dan Magohiduuru (nyong). Sepintas kemudian, mereka bercerita perihal kedua anak itu.

Majojaru sudah dua hari pergi dari rumah dan belum juga pulang. Sanak saudara dan sahabat sudah dihubungi namun belum juga ada kabar beritanya. Dapat dikatakan bahwa kepergian Majojaru masih misteri. Kabar dari orang tua Magohiduuru mengatakan bahwa anak mereka sudah enam bulan pergi merantau ke negeri orang namun belum juga ada berita kapan akan kembali.

Majojaru dan Magohiduuru adalah sepasang kekasih. Di saat Magohiduuru pamit untuk pergi merantau, keduanya sudah berjanji untuk tetap sehidup-semati. Sejatinya, walau musim berganti, bulan dan tahun berlalu tapi hubungan dan cinta kasih mereka akan sekali untuk selamanya. Jika tidak lebih baik mati dari pada hidup menanggung dusta.

Enam bulan sejak kepergian Magohiduuru, Majojaru tetap setia menanti. Namun, badai rupanya menghempaskan bahtera cinta yang tengah berlabuh di pantai yang tak bertepi itu.

Kabar tentang Magohiduuru akhirnya terdengar di dusun Lisawa. Bagaikan tersambar petir disiang bolong Majojaru terhempas dan jatuh terjerembab. Dirinya seolah tak percaya ketika mendengar bahwa Magohiduuru so balaeng deng nona laeng. Janji untuk sehidup-semati seolah menjadi bumerang kematian.

Dalam keadaan yang sangat tidak bergairah Majojaru mencoba mencari tempat berteduh sembari menenangkan hatinya. Ia pun duduk berteduh di bawah pohon Beringin sambil meratapi kisah cintanya.

Air mata yang tak terbendung bagaikan tanggul dan bendungan yang terlepas, airnya terus mengalir hingga menguak, tergenang dan menenggelamkan bebatuan tajam yang ada di bawah pohon beringin itu. Majojaru akhirnya tenggelam oleh air matanya sendiri.

Telaga kecil pun terbentuk. Airnya sebening air mata dan warnanya sebiru pupil mata nona endo Lisawa. Penduduk dusun Lisawa pun berkabung. Mereka berjanji akan menjaga dan memelihara telaga yang mereka namakan Telaga Biru.

Semoga cerita legenda Telaga Biru Maluku Utaraini bermanfaat

Advertiser